Aku tak pernah
sesedih ini. Kukira waktu yang kubutuhkan untuk melupakanmu juga tak
sepanjang ini. Aku salah besar,hari-hari yang kulalui bersama dengan
usaha untuk melupakanmu ternyata tak menemukan titik temu. Kamu masih
jadi segalanya,masih berdiam dalam kepala,masih jadi yang paling penting
dalam hati. Maaf, jika segala kejujuranku terdengar bodoh. Sebentar
lagi,kamu pasti akan berkata bahwa sikapku berlebihan. Seandainya
sekarang kamu berada di sampingku,maka akan kuceritakan sebuah kisah
tentang melupakan dan mengikhlaskan,sungguh dua hal itu bukanlah hal
yang mudah..
Sepuluh bulan harusnya waktu yang cukup lama untuk menghilangkan perasaan,namun ternyata aku tak termasuk dalam pernyataan itu. Hari berganti minggu,minggu berganti bulan, dan sosokmu masih jadi penunggu, menyergap perhatianku,menguji imanku,dan merontokan kepercayaanku. Tubuhku dingin dan menggigil saat menghadapi perpisahan. Aku tak punya banyak pelukan hangat,sehangat rangkulanmu yang melingkar manis di bahuku. Belum kutemukan bisikan lembut,selembut ketika kamu berbisik tentang cinta,mimpi,dan harapan-harapan yang dulu ingin kita wujudkan berdua.
Sekali lagi aku katakan,melupakan tak akan pernah mudah. Tak semudah mengedipkan mata ini. Merelakan yang pernah ada menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu kau tau rasanya. Aku menulis ini saat aku terlalu lelah dihajar kenangan. Mengapa di otakku kau tak pernah hilang sedetik saja? Perkenalan kita terlalu singkat untuk disebut cinta dan terlalu dalam jika disebut ketertarikan sesaat. Aku tak tahu harus diberi nama apa kedekatan kita dulu. Aku tak mengerti mengapa aku yang tak mudah tergoda ini malah begitu saja terjebak dalam perhatian dan tindakanmu yang berbeda. Kamu sangat luar biasa di mataku,dulu dan sekarang tetap sama.
Dan aku masih menangisi juga menyesali yang sempat terjadi. Bertanya-tanya dalam hati,mengapa semua harus berakhir sesakit ini? Apa tujuanmu menyakitiku jika dulu kita pernah menjadi belahan jiwa yang enggan saling melepaskan? Aku tak tau sedang berbuat apa kamu di sana. Aku tak lagi tau kabarmu. Segala ketidaktahuanku mengantarkan perasaanku pada perasaan asing,rindu yang semakin hari semakin berontak. Rindu yang meminta pertemuan nyata. Rindu yang memaksa dua orang yang sekarang berjauhan untuk kembali berdekatan.
Kalau kamu berada di sampingku sekarang,ingin rasanya aku mengulang segalanya. Ku perbudak waktu,kuhentikan detak jarum jam semauku. Agar yang hadir dalam hari-hariku hanyalah kamu,hanyalah kita,dan hanyalah bahagia tanpa air mata. Seandainya hal itu bisa kulakukan,mungkin sekarang aku tak akan merindukanmu sesering dan sedalam sekarang.
Terakhir kita bertemu, ketika kita memutuskan untuk mengakhiri segalanya, ketika pelukmu tak lagi kurasakan,ketika kecupan dikeningku tak dapat lagi aku dapatkan darimu dan ketika akhirnya kita memilih untuk saling berjauhan,semua jadi begitu berbeda. Perbedaan yang berulang kali berusaha kupahami,namun tak kunjung kumengerti. Bisakah kau membantuku untuk memudahkan segalanya? Agar aku bisa menerima,bisa mengikhlaskan,dan bisa merelakan dengan sangat gampang !!
Benarkah ini semua hanya bualanmu? Betulkah kebersamaan kita hanya kau anggap sebagai permainan? Mengapa aku terlalu bodoh untuk membaca hal itu dari awal? Apa karena kau terlalu berkilau,hingga mataku terlanjur buta dan telingaku seketika tuli,jadi yang kulihat dan kudengar hanya bisikan harapan yang sebenarnya sungguh bukanlah kenyataan..
Berhentilah kau menyiksa aku dengan segala macam rindu dan kenangan kita,atau mungkin aku yang menyiksa diriku sendiri karena tak mampu melupakanmu? Ah.. sudahlah,aku cuma ingin memberitahu,kita sudah sepuluh bulan berpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Jadi,apa kabar kamu sekarang? Apakah kamu masih semanis dan menyenangkan seperti dulu? Ataukah kamu yang sekarang adalah kamu yang tanpa topeng,kamu yang ternyata jauh berbeda dari yang kukira??
Aku benci harus mengakui ini. Aku sering merindukanmu dan memendam perasaanku. Tersiksa dengan angan sendiri,mengiris hati dengan kemauan sendiri. Aku ingin mengaku (dengan sangat terpaksa) bahwa aku masih mencintaimu dan berharap kamu kembali,walaupun hanya untuk menenangkanku dan berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Kamu ingin kembali? Iya? Masa?
Kamu ingin kembali? Tidak? Oke.
Sepuluh bulan harusnya waktu yang cukup lama untuk menghilangkan perasaan,namun ternyata aku tak termasuk dalam pernyataan itu. Hari berganti minggu,minggu berganti bulan, dan sosokmu masih jadi penunggu, menyergap perhatianku,menguji imanku,dan merontokan kepercayaanku. Tubuhku dingin dan menggigil saat menghadapi perpisahan. Aku tak punya banyak pelukan hangat,sehangat rangkulanmu yang melingkar manis di bahuku. Belum kutemukan bisikan lembut,selembut ketika kamu berbisik tentang cinta,mimpi,dan harapan-harapan yang dulu ingin kita wujudkan berdua.
Sekali lagi aku katakan,melupakan tak akan pernah mudah. Tak semudah mengedipkan mata ini. Merelakan yang pernah ada menjadi tidak ada adalah kerumitan yang belum tentu kau tau rasanya. Aku menulis ini saat aku terlalu lelah dihajar kenangan. Mengapa di otakku kau tak pernah hilang sedetik saja? Perkenalan kita terlalu singkat untuk disebut cinta dan terlalu dalam jika disebut ketertarikan sesaat. Aku tak tahu harus diberi nama apa kedekatan kita dulu. Aku tak mengerti mengapa aku yang tak mudah tergoda ini malah begitu saja terjebak dalam perhatian dan tindakanmu yang berbeda. Kamu sangat luar biasa di mataku,dulu dan sekarang tetap sama.
Dan aku masih menangisi juga menyesali yang sempat terjadi. Bertanya-tanya dalam hati,mengapa semua harus berakhir sesakit ini? Apa tujuanmu menyakitiku jika dulu kita pernah menjadi belahan jiwa yang enggan saling melepaskan? Aku tak tau sedang berbuat apa kamu di sana. Aku tak lagi tau kabarmu. Segala ketidaktahuanku mengantarkan perasaanku pada perasaan asing,rindu yang semakin hari semakin berontak. Rindu yang meminta pertemuan nyata. Rindu yang memaksa dua orang yang sekarang berjauhan untuk kembali berdekatan.
Kalau kamu berada di sampingku sekarang,ingin rasanya aku mengulang segalanya. Ku perbudak waktu,kuhentikan detak jarum jam semauku. Agar yang hadir dalam hari-hariku hanyalah kamu,hanyalah kita,dan hanyalah bahagia tanpa air mata. Seandainya hal itu bisa kulakukan,mungkin sekarang aku tak akan merindukanmu sesering dan sedalam sekarang.
Terakhir kita bertemu, ketika kita memutuskan untuk mengakhiri segalanya, ketika pelukmu tak lagi kurasakan,ketika kecupan dikeningku tak dapat lagi aku dapatkan darimu dan ketika akhirnya kita memilih untuk saling berjauhan,semua jadi begitu berbeda. Perbedaan yang berulang kali berusaha kupahami,namun tak kunjung kumengerti. Bisakah kau membantuku untuk memudahkan segalanya? Agar aku bisa menerima,bisa mengikhlaskan,dan bisa merelakan dengan sangat gampang !!
Benarkah ini semua hanya bualanmu? Betulkah kebersamaan kita hanya kau anggap sebagai permainan? Mengapa aku terlalu bodoh untuk membaca hal itu dari awal? Apa karena kau terlalu berkilau,hingga mataku terlanjur buta dan telingaku seketika tuli,jadi yang kulihat dan kudengar hanya bisikan harapan yang sebenarnya sungguh bukanlah kenyataan..
Berhentilah kau menyiksa aku dengan segala macam rindu dan kenangan kita,atau mungkin aku yang menyiksa diriku sendiri karena tak mampu melupakanmu? Ah.. sudahlah,aku cuma ingin memberitahu,kita sudah sepuluh bulan berpisah dan berjalan sendiri-sendiri. Jadi,apa kabar kamu sekarang? Apakah kamu masih semanis dan menyenangkan seperti dulu? Ataukah kamu yang sekarang adalah kamu yang tanpa topeng,kamu yang ternyata jauh berbeda dari yang kukira??
Aku benci harus mengakui ini. Aku sering merindukanmu dan memendam perasaanku. Tersiksa dengan angan sendiri,mengiris hati dengan kemauan sendiri. Aku ingin mengaku (dengan sangat terpaksa) bahwa aku masih mencintaimu dan berharap kamu kembali,walaupun hanya untuk menenangkanku dan berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja.
Kamu ingin kembali? Iya? Masa?
Kamu ingin kembali? Tidak? Oke.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar